"Tak kan melayu hilang di bumi", Itulah kata keramat yang diucapkan oleh Hang Tuah, Laksamana satria dari pulau Bintan kepulauan Riau. Ternyata ungkapan itu tersimpan makna yang tersembunyi. Seperti Bahasa melayu seakan tidak terkikis oleh zaman, kini bahasa melayu dipakai sebagai bahasa Indonesia yang merupakan sebagai bahasa nasional dan sebagai simbol bahasa pemersatu bangsa yang sampai saat ini masih bersemayam dari bumi nusantara.
Bicara cikal bakal bahasa Indonesia, yang notabene berasal dari bahasa melayu maka tak bisa dilepaskan dari dua nama yakni Raja Ali Haji dan Pulau Penyengat.
Kedigdayaan Raja Ali Haji telah diakui pemerintah Indonesia dengan memberikan kepadanya gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2004 silam dan gelar Bapak Bahasa. Yang memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap keberadaan bahasa nasional Indonesia.
Imej Pahlawan Nasional tidak hanya berjuang dengan angkat senjata tapi juga berjuang dengan torehan tinta pena. Raja Ali Haji selain terkenal dengan karyanya Tuhfat al Nafis (sejarah Melayu) juga terkenal dengan berbagai karya lainnya baik politik, hukum maupun bahasa bahkan tiga karya besarnya di bidang bahasa menobatkannya sebagai Bapak Bahasa Indonesia yakni Gurindam Dua Belas (1847), Bustam al-Katibin (tata bahasa Melayu) dan Kitab Pengetahuan Bahasa (1851).
Gurindam Dua Belas merupakan puisi hasil karya Raja Ali Haji seorang sastrawan dan Pahlawan Nasional dari Pulau Penyengat, Provinsi Kepulauan Riau. Gurindam ini ditulis dan diselesaikan di Pulau Penyengat pada tanggal 23 Rajab 1264 Hijriyah atau 1847 Masehi pada saat usianya 38 tahun. Karya ini terdiri dari 12 pasal dan dikategorikan sebagai Syi`r al-Irsyadi atau puisi didaktik, karena berisikan nasihat dan petunjuk menuju hidup yang diridhai oleh Allah SWT. Dan terdapat pula pelajaran dasar Ilmu Tasawuf seperti pasal yang pertama berikut;
"Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang ma`rifat
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang terpedaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia mudarat".
Selain Gurindam Dua Belas, dia juga menulis buku Pedoman Bahasa berisi tata bahasa Melayu yang kemudian menjadi standar bahasa Melayu dan bertumbuh menjadi bahasa Indonesia. Dengan prestasi inilah wajar bila kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi gelar Pahlawan Nasional kepadanya.
Raja Ali Haji yang merupakan keturunan dari Raja Riau-Lingga ini berkarya dan wafat di Pulau Penyengat, pulau kecil yang tak jauh dari Tanjungpinang, ibukota Provinsi Kepri. Hingga sekarang makamnya masih dipelihara baik dan sering dikunjungi turis dari Indonesia, Singapura dan Malaysia, yang tertarik pada sejarah Melayu.
Pulau Penyengat atau Pulau Penyengat Inderasakti dalam sebutan sumber-sumber sejarah adalah sebuah pulau kecil yang berjarak kurang lebih 2 KM dari Kota Tanjungpinang, pusat pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berukuran panjang 2.000 meter dan lebar 850 meter, berjarak lebih kurang 35 KM dari kota Batam.
Alkisah, legenda mengatakan nama penyengat diberikan kepada pulau ini di karenakan beberapa waktu yang lalu (sebelum zaman kerajaan) ada beberapa pelaut suku Bugis yang datang mengambil air bersih dan saat itu diserang oleh Penyengat (lebah) yang mengakibatkan 1 orang meninggal dunia. Sejak saat itu, beberapa orang kawannya menamakan pulau ini sebagai Pulau Penyengat.
Pada tahun 1803, pulau penyengat dibina pusat pertahanan menjadi Negeri dan kemudian berkedudukan Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau-Lingga. Sejak saat itulah, Pulau Penyengat sebagai pusat pemerintahan, adat istiadat, agama Islam dan kebudayaan Melayu.
Pulau ini juga merupakan mas kawin atau mahar dari Sultan Mahmud Syah ke-3 untuk Engku Puteri Permaisuri Hamidah. Namun sayangnya beliau wafat di Dabo Singkep hingga makam beliau dan istrinya terpisah.
Kepulauan Riau (Kepri) merupakan provinsi yang kental dengan kebudayaan melayu. Berbicara mengenai budaya melayu, tidak terlepas dari bahasa, tradisi menulis dan karya sastra melayu. Beragam nama sastrawan melayu yang terkenal dari Kepri di antaranya adalah Raja Ali Haji, Haji Ibrahim, dan Raja Ali Kelana.
Selain dikenal dengan Raja Ali Haji, beliau mempunyai beberapa sebutan lainnya, diantaranya Raja Ali Al-hajj ibni, Raja Ahmad Al-Hajj ibni, Raja Haji Fisabilillah atau juga Engku Raja Ali ibni, juga Engku Haji Ahmad Riau, serta beberapa nama lainnya.
Raja Ali Haji salah seorang budayawan, sastrawan, ulama, dan ilmuwan Melayu yang sangat terkenal pada abad ke 19. Beliau dilahirkan di Pulau Penyengat pada tahun 1808 dan wafat pada 1873.
Dia juga terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia.
Sastrawan Melayu terkemuka pada abad 18, Raja Ali Haji, diusulkan oleh pemerintah Provinsi Riau kepada pemerintah pusat agar dinobatkan sebagai pahlawan nasional.
Adalah Gubernur Riau HM Rusli Zainal yang melakukan pengusulan tersebut berkat jasanya yang besar terhadap bahasa Melayu yang kemudian dipakai sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia.
Raja Ali Haji tidak hanya dikenal sebagai sastrawan tetapi juga sebagai tokoh pemersatu bangsa karena jasa mengangkat bahasa Melayu yang kini telah menjadi bahasa Indonesia.
Dijadikannya bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu di Tanah Air tidak terlepas dari peran Raja Ali Haji yang mempunyai jasa sangat besar dalam memberi konstribusi bahasa Melayu sebagai bahasa nasional.
Selain itu, sistem bahasa melayu sangat sederhana, mudah dipelajari karena dalam dalam bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa seperti dalam bahasa lain.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa melayu mempunyai peranan yang sangat penting di berbagai bidang atau kegiatan di Indonesia pada masa lalu. Ini tidak hanya sekedar sebagai alat komunikasi di bidang ekonomi (perdagangan), tetapi juga di bidang sosial (alat komunikasi massa), politik (perjanjian antar kerajaan), dan sastra-budaya (penyebaran agama Islam dan Kristen).
Bahasa Melayu sejak abad ke-7 telah menjadi bahasa yang terpenting di nusantara. Dari masa kegemilanngan Sriwijaya, yang mengembangkan tamadun Melayu-Budha, hingga masa-masa kecemerlangan Imperium Melayu Melaka, Johor-Riau atau Riau-Johor, dan Riau-Lingga, yang mengembangkan tamadun Melayu-Islam, bahasa Melayu telah memainkan perannya yang sangat penting dalam bidang perdagangan, pemerintahan, agama, ilmu dan pengetahuan, dan sosial-budaya umumnya. Itulah sebabnya bahasa Melayu menjadi lingua franca, yang pada gilirannya menjadi bahasa internasional kala itu.
Pembinaan yang intensif yang dilakukan oleh Raja Ali Haji dkk. di Kerajaan Riau-Lingga sejak abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20 memungkinkan bahasa Melayu Kerajaan Riau-Lingga terpelihara sebagai bahasa baku, yang biasa disebut bahasa Melayu Tinggi. Bahasa Melayu Tinggi itulah, pada Kongres I Pemuda Indonesia, 2 Mei 1926 diberi nama baru dan pada peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, dikukuhkan sebagai bahasa Indonesia.
Pemilihan itu sesuai dengan kebijakan pemerintah Hindia-Belanda sebelumnya yang menilai bahwa bahasa Melayu Kepulauan Riau paling murni lafalnya serta paling baik tata bahasa dan ejaannya sehingga diwajibkan menjadi bahasa pengantar pendidikan pribumi di seluruh kawasan pemerintahan Hindia-Belanda.
Kebijakan itu didasari oleh kenyataan bahwa kalau tak menjadi bahasa pertama, bahasa Melayu Kepulauan Riau (bahasa sekolah) menjadi bahasa kedua sebagian besar penduduk nusantara. Oleh sebab itu, ketika diusulkan oleh Ki Hajar Dewantara, Muh. Yamin, dan M. Tabrani (dengan perubahan nama bahasa Indonesia), para pendiri bangsa ini apa pun latar belakang suku, budaya, dan bahasa ibunya secara aklamasi menerimanya sebagai bahasa nasional Indonesia.
R.M. Suwardi Soerjaningrat, yang lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, merupakan orang pertama yang mengusulkan bahasa Melayu dijadikan bahasa persatuan dalam pergerakan nasional dan di alam Indonesia merdeka pada 1916, pernyataan Ki Hajar Dewantara yang pernah menyebut, "Yang dinamakan bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dasarnya berasal dari `Melayu Riau`".
Sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang dinamakan Bahasa Indonesia, jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe,"
Wakil presiden Republik Indonesia pertama Mohammad Hatta atau lebih populer sebagai Bung Hatta juga pernah menuliskan dan menyebutkan nama Pulau Penyengat.
Bapak Proklamator Kemerdekaan Indonesia dan Wakil Presiden I Republik Indonesia, dalam tulisannya di Pelangi menyebutkan, "Pada permulaan abad ke-20 ini bahasa Indonesia belum dikenal. Yang dikenal sebagai lingua franca ialah bahasa Melayu Riau. Orang Belanda menyebutnya Riouw Maleisch. Ada yang menyebutkan berasal dari bahasa Melayu Kepri dialek Pulau Penyengat".
Pernyataan Bung Hatta tentang sangat pentingnya bahasa Melayu Kepulauan Riau sebagai pemersatu bangsa dan asal bahasa Indonesia itu dipertegas lagi oleh Presiden Republik Indonesia. Pada Sabtu, 29 April 2000 Presiden Republik Indonesia, Kiai Haji Abdurrahman Wahid (Gus Dur) membuka Temu Akbar I Thariqat Mu`tabarah Se-Sumatera, di Masjid Agung Annur, Pekanbaru. Dalam pidatonya beliau menegaskan pengakuan Pemerintah Republik Indonesia akan jasa pahlawan Raja Ali Haji dalam mempersatukan bangsa dan menciptakan bahasa nasional. "Tanpa jasa beliau itu, kita belum tentu menjadi bangsa yang kokoh seperti sekarang ini," tegas beliau.
Akhirnya, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dan Bapak Bahasa Indonesia kepada Raja Ali Haji, tokoh utama perjuangan bahasa Melayu Kepulauan Riau. Anugerah itu diberikan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 089/TK/Tahun 2004,6 November 2004. Plakat Pahlawan Nasional untuk Raja Ali Haji diserahkan oleh Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono kepada perwakilan zuriat Raja Ali Haji yaitu Raja Ahmad (Raja Halim) bin Raja Mukhsin di Istana Negara, Jakarta, 11 November 2004.
Dengan anugerah Pahlawan Nasional kepada Raja Ali Haji itu, berarti secara resmi Pemerintah Republik Indonesia atas nama bangsa Indonesia mengakui dan menghargai dua hal. Pertama, Raja Ali Haji merupakan tokoh yang paling berjasa dalam melahirkan bahasa nasional, bahasa Indonesia. Kedua, bahasa Melayu Kepulauan Riau diakui resmi sebagai asal bahasa Indonesia.
Bahasa melayu (sebagai cikal bakal bahasa Indonesia) dikatakan sebagai lingua Franca,karena bahasa melayu adalah bahasa pengantar atau perantara di pulau hindia.Selain itu bahasa melayu memiliki berbagai dialek yang tersebar di seluruh nusantara ini.
Di beberapa negara lainnya, masih banyak negara yang mengadopsi bahasa negara lain menjadi bahasa negara Ibunya. Sebagai bagian dari Negara Indonesia, bangsa ini patut bersyukur dan berbangga diri dengan adanya Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa kesatuan Negara kita. Kalau dilihat dari sisi lain, Bahasa Indonesia bukan hanya menjadi alat komunikasi saja, namun Bahasa Indonesia dapat menjadi ciri khas atau jati diri sebuah bangsa.
Walaupun Bahasa Indonesia memiliki beberapa kesamaan dalam kata dengan Bahasa Melayu yang dipakai oleh Negara tetangga kita, namun Bahasa Indonesia tetaplah menjadi Bahasa Indonesia dengan ciri khasnya tersendiri dan tidak bisa disamakan dengan bahasa yang lainnya. Hal inilah yang menjadikannya sebagai jati diri Negara Indonesia.
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Soekarno yang menjadi presiden pertama waktu itu tidak memilih bahasanya sendiri, yakni bahasa Jawa yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu, namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia nya juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Anugerah ini juga merupakan suatu penghargaan dan kebanggaan untuk masyarakat melayu, terlebih sejak tanggal 19 Oktober 1995, Pulau penyengat dan kompleks istana di Pulau Penyengat telah dicalonkan ke UNESCO untuk dijadikan salah satu Situs Warisan Dunia.
Untuk lebih menghargai jasa jasa Raja Ali Haji pada tanggal 19 Agustus 2013, telah diletakkan batu pertama pembangunan Monumen Bahasa Melayu di areal dalam bekas Benteng Kursi, Pulau Penyengat, oleh Gubernur Kepulauan Riau, HM Sani.
Pembangunan monumen ini merupakan wujud penghormatan dan penghargaan Pemerintah Provinsi Kepri terhadap jasa-jasa Raja Ali Haji sebagai pahlawan nasional di bidang bahasa. Selain itu juga untuk lebih mengenalkan tentang asal dan arti bahasa Melayu yang dipakai di Kepulauan Riau dan Lingga, serta bahasa Indonesia yang digunakan saat ini.
Monumen Bahasa Melayu dibangun sebagai tindak lanjut dari dari mufakat 12 kebudayaan Melayu antara Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri dan LAM Provinsi Riau pada saat seminar nasional bahasa Indonesia di Pekanbaru, Riau, 2010 lalu, yang dihadiri masing-masing gubernur.
Tidak salah memang, jika Pemprov Kepri ingin memberikan informasi dan apresiasi terhadap berbagai jasa para pendahulu, terutama Raja Ali Haji, Raja Haji Fisabilillah dan sejumlah tokoh lainnya, serta untuk menginformasikan bahwa cikal bakal bahasa Indonesia itu berawal dari bahasa Melayu yang dulu berpusat di Kepulauan Riau, khususnya pulau Penyengat.
Terlepas dari nilai guna dan manfaat dengan dibangunnya monumen bahasa Melayu di pulau penyengat tersebut dapat menambah khasanah bangunan fisik yang sebelumnya sudah ada monumenz Raja Haji Fisabilillah di Provinsi Kepri ini, bahwa bahasa melayu haruslah dikembangkan, sebab bahasa mencerminkan kemajuan atau kemunduran suatu komunitas atau jati diri bangsa.(aim)
Bagikan
MENGENAL PERJUANGAN RAJA ALI HAJI SEBAGAI BAPAK BAHASA INDONESIA
4/
5
Oleh
BEDENAI INFO