Tuesday, November 15, 2016

USTADZ AMRIZAL : NEGARA HARUS BIJAK !


Menyikapi dinamika dan perkembangan situasi dan kondisi terakhir di masyarakat pasca aksi damai 4 November 2016 yang menuntut penegakan hukum atas kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahya Purnama untuk tidak menyebutnya Ahok, secara pribadi saya merasa sangat prihatin. Umat Islam terbelah menjadi dua kelompok dan masing-masing pihak saling “perang” statemen dengan sudut pandangnya masing-masing bahkan yang paling mengkhawatirkan untuk membela dan membenarkan argumentasinya masing-masing kubu sampai mengeluarkan pernyataan yang bermuatan kebencian, tuduhan yang menyakitkan, umpatan, cacian dan yang sejenisnya.

Sebenarnya hal ini tidak perlu sampai terjadi kalau masing-masing pihak bisa menahan diri. Perbedaan pendapat adalah sesuatu yang wajar dan bersifat sunatullah. Yang tidak boleh itu saling menyudutkan, saling mendeskreditkan, saling merendahkan dan saling bermusuhan antara satu sama lain. apalagi sesama umat Islam. dalam satu riwayat dinyatakan “mencela sesama muslim itu hukumnya fasiq dan memerangi mereka hukumnya kafir” (sibab al-muslim fusuq wa qitaluhu kufr).

Kebijakan negara dalam menangani situasi gaduh dan memanas di tengah-tengah masyarakat sangat diharapkan sekali agar tidak berujung pada konflik horizontal. Pemerintah harus berusaha mencari jalan keluar yang terbaik dalam menyikapi masalah ini. Terlepas adanya tuduhan Aksi Damai 4 November 2016 ditunggangi kepentingan politik, fakta menujukkan ratusan ribu umat Islam dari berbagai daerah turun ke jalan melakukan aksi demontrasi. Meskipun Yth. Buya Syafi’i Ma’arif menganggap pandangan dan sikap keagamaan MUI kurang cermat, dan Yth. K.H. Mustafa Bisri mengkritik MUI sebagai organisasi yang tak jelas, secara kelembagaan MUI yang sudah eksis lebih kurang 40 tahun di Indonesia harus dihormati sebagai wadah tempat berkumpulnya para ulama dengan kapasitas mereka yang berbeda-beda. Sebagaimana pula NU dan Muhammadiyah. Apalagi pengurus MUI pada dasarnya merupakan perwakilan dari ormas keislaman. Dan bahkan Ketua MUI K.H. Mahruf Amin sendiri adalah Rais Syuriah PBNU.

Fatwa atau pandangan keagamaan MUI pada hakekatnya mengikat secara internal dan bersifat rekomendasi yang ditujukan kepada pihak-pihak tertentu dalam kasus yang melibatkan Basuki Tjahya Purnama ditujukan kepada pemerintah. Dalam pandangan keagamaan MUI sudah jelas hanya meminta pemerintah dalam hal ini penegak hukum untuk menyelesaikan kasus dimaksud. Sebagaimana pandangan yang sama dikemukakan oleh NU dan Muhammadiyah lewat pernyataan masing-masing Ketua Umumnya. dalam hal ini MUI sebenarnya tidaklah bersikap berlebih-lebihan dan di luar wewenangnya. Pandangan keagamaan MUI yang berisi rekomendasi itu boleh ditindak lanjuti pemerintah dan boleh juga tidak. semuanya tergantung pemerintah. Hanya saja untuk kasus yang satu ini, keadaannya sangat berbeda karena banyak orang Islam yang terlibat di dalamnya. Disinilah diperlukan kebijakan pemerintah untuk menyikapinya.

Saya teringat penyataan Fathi Osman dalam bukunya “Parameter of the Islamic State” mengatakan bahwa Islam (hanya) berurusan dengan kehidupan spiritual, tanpa ada pengaruhnya dalam (persoalan) masyarakat dan negara, barangkali sama tidak realistisnya dengan mengatakan bahwa Islam menyediakan sebuah sistem sosial, ekonomi, dan politik yang komprehensif dan menyeluruh.
Dalam pengertian lain, di Indonesia memang Islam tidak dijadikan sebagai ideologi negara tapi mengabaikan dimensi Islam dalam konteks kehidupan bernegara itu sama artinya dengan bunuh diri secara politik. Karena Muslim mayoritas di negara ini. Karena itu sekali lagi, negara harus tampil untuk menyelesaikan persoalan ini agar situasi dan kondisi sosiopolitik tidak semakin ruwet dan bermasalah terus.

Para ulama dan para pengikutnya yang berbeda pandangan satu sama lain harus belajar menahan diri. Jangan lagi mengeluarkan pernyataan yang membuat situasi dan kondisi semakin tambah gaduh. Para ulama harus kembali memainkan perannya untuk membimbing dan mengayomi umatnya.

Karena itu menurut saya rencana aksi Parade Bhinneka Tunggal Ika tanggal 19 November 2016 yang katanya digagas oleh Ma’arif Institute dengan melibatkan berbagai elemen yang katanya berjumlah 100 ribu orang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Meskipun setiap negara diberikan kebebasan mengemukakan pendapatnya di muka umum, tapi aksi Parade itu berpotensi akan lebih memperkeruh suasana.

Sikap yang paling bijak dalam kaitannya dengan hal ini adalah dengan menyerahkan sepenuhnya kepada negara dalam hal ini aparat penegak hukum untuk melakukan proses penyelidikan. Wallahu'Alam[]
Penulis : H.Amrizal, M.Ag

Bagikan

Jangan lewatkan

USTADZ AMRIZAL : NEGARA HARUS BIJAK !
4/ 5
Oleh BEDENAI INFO

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Comments
0 Comments