Suku Banjar atau Urang Banjar, adalah sebutan bagi penduduk yang terkonsentrasi di provinsi Kalimantan Selatan. Selain di Kalimantan Selatan sebenarnya masyarakat suku Banjar ini juga tersebar ke provinsi-provinsi tetangganya seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, bahkan yang lebih jauh ke Kalimantan Barat.
Suku Banjar menurut para peneliti dikatakan bahwa terbentuknya suku Banjar berasal dari campuran Melayu yang menyeberang dari Sumatra dan melakukan perkawinan campur dengan penduduk asli setempat.
Seiring berkembangnya komunitas suku Banjar sejak proses islamisasi di wilayah ini Kesultanan Banjar sekitar tahun 1526 sehingga terbentuklah 3 kelompok suku Banjar yang dibedakan berdasarkan kawasan teritorialnya, yaitu:
Banjar Pahuluan adalah campuran Melayu dan Dayak Bukit.
Banjar Batang Banyu adalah campuran Melayu, Dayak (Dusun, Maanyan, Lawangan, Bukit, Pasir) dan sekelompok kecil pendatang dari pulau Jawa.
Banjar Kuala adalah campuran Melayu, Dayak (Ngaju, Barangas, Bakumpai, Maanyan, Lawangan, Bukit) dan sekelompok kecil pendatang dari pulau Jawa.
Ada pendapat yang mengatakan tentang asal usul suku Banjar. Dikatakan bahwa suku Banjar awalnya adalah berasal dari keturunan orang-orang dayak setempat yang telah mengalami proses islamisasi, dan melepaskan identitas ke"dayak"annya. Proses islamisasi ini terjadi akibatnya masuknya agama Islam yang dibawa oleh orang-orang Melayu dengan membawa bahasa Melayu yang akhirnya berasimilasi dengan bahasa-bahasa setempat, sehingga terbentuklah bahasa Banjar seperti sekarang ini.
Menurut Denys Lombard, sebagian besar penduduk Kalimantan Selatan (terutama daerah Batang Banyu) merupakan keturunan pendatang dari Jawa. Sedangkan menurut Djoko Pramono, bahwa suku Banjar berasal dari suku Orang Laut yang menetap di Kalimantan Selatan.
Pendapat lain menyatakan, suku Banjar jejak akarnya dari Sumatera lebih dari 1500 tahun yang lalu. Diduga berasal mula dari penduduk asal Sumatera atau daerah sekitarnya, yang membangun tanah air baru di kawasan Tanah Banjar (sekarang wilayah provinsi Kalimantan Selatan) sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu. Setelah berlalu masa yang lama sekali akhirnya, mereka berbaur dengan penduduk asli, yang biasa dinamakan sebagai suku Dayak, dan dengan imigran-imigran yang berdatangan belakangan, terbentuklah 3 subsuku, yaitu (Banjar) Pahuluan, (Banjar) Batang Banyu, dan Banjar (Kuala).
Masyarakat suku Banjar dalam keseharian berbicara dalam bahasa mereka sendiri, yaitu bahasa Banjar. Bahasa Banjar sendiri apabila diperhatikan, lebih condong ke bahasa Melayu, hanya saja banyak menyerap bahasa-bahasa dayak setempat.
contoh bahasa Banjar:
ulun = aku
ikam = kau, kamu
buhan ikam = kalian
bubuhannya = mereka
guring = tidur
garing = sakit
karing = kering
betihanan = hamil
betamparan = berkelahi
balum = belum
bulik = pulang
pulang = lagi
handak = mau
lading = pisau
gawi = kerja
Dengan adanya bahasa Banjar ini, maka seiring berkembangnya waktu, bahasa Banjar pun berkembang menjadi bahasa pengantar di antara ratusan suku dayak di Kalimantan yang memiliki bahasa berbeda-beda. Jadi pada umumnya orang-orang dayak biasa menggunakan bahasa Banjar dalam berkomunikasi dengan orang di luar komunitasnya.
Orang Banjar menyebut diri mereka sebagai Urang Banjar. Suku Banjar terkadang juga disebut Melayu Banjar, tetapi penamaan tersebut jarang digunakan.
Dalam cerita rakyat suku Dayak Meratus (Dayak Bukit) menceritakan bahwa suku Banjar (terutama Banjar Pahuluan) dan suku Bukit merupakan keturunan dari 2 bersaudara, yaitu Si Ayuh (Sandayuhan) yang menurunkan suku Bukit dan Bambang Basiwara yang menurunkan suku Banjar. Dalam cerita rakyat berbahasa Dayak Meratus ditemukan legenda yang sifatnya mengakui atau bahkan melegalkan keserumpunan genetika (saling berkerabat secara geneologis) antara orang Banjar dengan orang Dayak Meratus. Diceritakan bahwa nenek moyang orang Banjar yang bernama Bambang Basiwara adalah adik dari nenek moyang orang Dayak Meratus yang bernama Sandayuhan. Bambang Basiwara digambarkan sebagai adik yang berfisik lemah tapi berotak cerdas. Sedangkan Sandayuhan digambarkan sebagai kakak yang berfisik kuat dan jago berkelahi. Sesuai dengan statusnya sebagai nenek-moyang atau cikal-bakal orang Dayak Maratus, maka nama Sandayuhan sangat populer di kalangan orang Dayak Meratus. Banyak sekali tempat-tempat di seantero pegunungan Meratus yang sejarah keberadaannya diceritakan berasal-usul dari aksi heroik Sandayuhan. Salah satu di antaranya adalah tebing batu berkepala tujuh, yang konon adalah penjelmaan dari Samali’ing, setan berkepala tujuh yang berhasil dikalahkannya dalam suatu kontak fisik. Orang Banjar merupakan keturunan Dayak yang telah memeluk Islam kemudian mengadopsi budaya dari luar seperti dari Melayu, Bugis, Jawa dan Cina.
Tingkatan dalam Sistem Kekerabatan Suku Banjar
Waring
↑
Sanggah
↑
Datu
↑
Kai (kakek) + Nini (nenek)
↑
Abah (ayah) + Uma (ibu)
↑
Kakak < ULUN > Ading
↓
Anak
↓
Cucu
↓
Buyut
↓
Intah/Muning
Sebutan dalam Suku Banjar
Seperti sistem kekerabatan umumnya, masyarakat Banjar mengenal istilah-istilah tertentu sebagai panggilan dalam keluarga. Skema di samping berpusat dari ULUN sebagai penyebutnya.
Bagi ULUN juga terdapat panggilan untuk saudara dari ayah atau ibu, saudara tertua disebut Julak, saudara kedua disebut Gulu, saudara berikutnya disebut Tuha, saudara tengah dari ayah dan ibu disebut Angah, dan yang lainnya biasa disebut Pakacil (paman muda/kecil) dan Makacil (bibi muda/kecil), sedangkan termuda disebut Busu. Untuk memanggil saudara dari kai dan nini sama saja, begitu pula untuk saudara datu.
Disamping istilah di atas masih ada pula sebutan lainnya, yaitu:
· minantu (suami / isteri dari anak ULUN)
· pawarangan (ayah / ibu dari minantu)
· mintuha (ayah / ibu dari suami / isteri ULUN)
· mintuha lambung (saudara mintuha dari ULUN)
· sabungkut (orang yang satu Datu dengan ULUN)
· mamarina (sebutan umum untuk saudara ayah/ibu dari ULUN)
· kamanakan (anaknya kakak / adik dari ULUN)
· sapupu sakali (anak mamarina dari ULUN)
· maruai (isteri sama isteri bersaudara)
· ipar (saudara dari isteri / suami dari ULUN)
· panjulaknya (saudara tertua dari ULUN)
· pambusunya (saudara terkecil dari ULUN)
· badangsanak (saudara kandung)
adat perkawinan suku Banjar
Untuk memanggil orang yang seumur boleh dipanggil ikam, boleh juga menggunakan kata aku untuk menunjuk diri sendiri. Sedangkan untuk menghormati atau memanggil yang lebih tua digunakan kata pian, dan kata ulun untuk menunjuk diri sendiri.
Masyarakat suku Banjar bisa dikatakan 95 % adalah pemeluk agama Islam. Mereka adalah penganut agama Islam yang kuat. Beberapa tradisi dan budaya mereka banyak dipengaruhi oleh budaya Islam.
Suku Banjar sekitar abad 19, banyak bermigrasi ke berbagai wilayah lain di luar wilayah inti mereka, bahkan sampai ke Sumatra, Jawa dan Malaysia. Hanya saja dalam perjalanan migrasi mereka, terjadi penurunan terhadap identitas ke "banjar" an mereka, karena di tanah perantauan mereka banyak berbaur dengan suku Melayu, sehingga identitas mereka di perantauan pun telah berganti menjadi Melayu.
Masyarakat suku Banjar pada umumnya hidup berprofesi sebagai pedagang, baik di wilayah inti maupun di perantauan. Kehidupan sebagai pedagang sepertinya sudah mendarah daging bagi masyarakat suku Banjar. Tidak sedikit orang Banjar yang sukses menjalani profesi sebagai pedagang. Selain itu banyak juga yang berprofesi di bidang lain, seperti di kantor-kantor pemerintah maupun di kantor-kantor swasta. Profesi lain adalah sebagai guru, polisi, tentara dan lain-lain. Di luar kegiatan rutin, banyak dari mereka yang melakukan aktivitas memancing atau menangkap ikan di sungai-sungai yang melintas dekat perkampungan mereka.
sumber:
dan sumber lain
foto:
Bagikan
MENGENAL SUKU BANJAR (DEUTRO MELAYU), KALIMANTAN
4/
5
Oleh
BEDENAI INFO