Tuesday, June 11, 2019

OLEH - OLEH SILATURAHMI, SECANGKIR KOPI DI RUMAH EYANG


Dalam sebuah acara silaturahmi, beberapa cucu dari 8 orang anak menjumpai eyangnya yg ada di desa.
Mereka menceritakan kisah suksesnya masing-masing,
Ada yang menjadi direktur BUMN, ada yang menjadi direktur Bank, ada yg menjadi pengusaha sukses, dokter, arsitek, pengacara, konsultan, dll.

Melihat para cucu-cucu tersebut ramai-ramai membicarakan kesuksesan mereka, eyang tersebut segera ke dapur kemudian mengambil seteko kopi panas dan beberapa cangkir kopi yang berbeda-beda. ‎Mulai dari cangkir yang terbuat dari kristal, kaca, melamin dan plastik. 

“Sudah, sudah.. Ngobrolnya berhenti dulu. Ini Eyang sudah siapkan kopi buat kalian,” seru sang eyang memecah keasyikan obrolan mereka.

Hampir serempak, mereka kemudian berebut cangkir terbaik yang bisa mereka dapat.
Akhirnya, di meja yang tersisa hanya satu buah cangkir plastik yang paling jelek.

Lantas, setelah semua mendapatkan cangkirnya, sang eyang pun mulai menuangi cangkir itu dengan kopi panas dari teko yang telah disiapkannya.

“Mari, silakan diminum,” ajak sang eyang, yang kemudian ikut mengisi kopi dan meminum dari cangkir terakhir yang paling jelek.

“Bagaimana rasanya? Nikmat kan? Ini dari kopi hasil kebun eyang sendiri.”

“Wah, enak sekali  eyang.. Ini kopi paling sedap yang pernah saya minum,” timpal salah satu cucu yang langsung diiyakan oleh saudara2 yang lain.

“Nah, kopinya enak ya? Tapi, apakah kalian tadi memperhatikan. Kalian hampir saja berebut untuk memilih cangkir yang paling bagus hingga hanya menyisakan satu cangkir paling jelek ini?” tanya sang eyang.

Cucu-cucunya dari 8 anaknya yang menyebar di berbagai kota itu pun saling berpandangan. 

"Perhatikanlah, bahwa kalian semua memilih cangkir yg bagus dan kini yg tersisa hanyalah cangkir yang murah dan tidak menarik.

Memilih hal yang terbaik adalah wajar dan manusiawi. Namun persoalannya, ketika kalian tidak mendapatkan cangkir yang bagus perasaan kalian mulai terganggu.
Kalian secara otomatis melihat cangkir yang dipegang orang lain dan mulai membandingkannya.

Pikiran kalian terfokus pada cangkir, padahal yang kalian nikmati bukanlah cangkirnya melainkan kopinya.‎

Hidup kita, baik kehidupan dunia maupun kehidupan ibadah, seperti kopi dalam analogi tersebut di atas, sedangkan cangkirnya adalah sarana, pekerjaan, jabatan, atau harta benda yang kita miliki."

Semua cucunya tertegun mendengar penjelasan dari sang eyang.
Penjelasan dari sang eyang telah menyentak kesadaran mereka.

"Cucu-cucuku tercinta..."
lanjut sang eyang. 

"Jangan pernah membiarkan cangkir mempengaruhi kopi yang kita nikmati.
Cangkir bukanlah yang utama, kualitas kopi itulah yang terpenting.
Jangan berpikir bahwa kekayaan yang melimpah, sarana yang mewah, karier yang bagus dan pekerjaan yang mapan merupakan jaminan kebahagian hidup dan kenikmatan dalam beribadah. Itu konsep yang sangat keliru.

Kualitas hidup dan ibadah kita ditentukan oleh  "Apa yang ada di dalam" bukan "Apa yg kelihatan dari luar."
Status, pangkat, kedudukan, jabatan, kekayaan, kesuksesan, popularitas, adalah sebuah predikat yang disandang.
Tak salah jika kita mengejarnya.
Tak salah pula bila kita ingin memilikinya.
Namun, semua itu hanya sarana.
Sarana hanya bermanfaat apabila bisa mengantarkan kita pada tujuan.

Apa gunanya  memiliki segala sarana, namun tidak pernah merasakan kedamaian, ketenteraman, ketenangan, dan kebahagian sejati di dalam kehidupan kita?

Itu sangat menyedihkan.
Karena hal itu sama seperti kita menikmati kopi kualitas buruk yang disajikan di sebuah cangkir kristal yang mewah dan mahal..."

Kunci menikmati kopi bukanlah seberapa bagus cangkirnya, tetapi seberapa bagus kualitas kopinya..."

Bagikan

Jangan lewatkan

OLEH - OLEH SILATURAHMI, SECANGKIR KOPI DI RUMAH EYANG
4/ 5
Oleh BEDENAI INFO

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Comments
1 Comments

1 comments:

Tulis comments