Berbuah kayu rindang daunnya, bertuah Melayu terbilang santunnya Elok kayu karena daunnya, elok Melayu karena santunnya (Tenas Effendy: Kesantunan Melayu, 2010:1)
Kutipan ungkapan Alm. Pak Tenas Effendy di atas menyiratkan makna bahwa orang Melayu itu terkenal dengan kesantunan pribadinya; baik dalam prilakunya maupun ucapannya. Prilakunya sopan kepada semua orang terutama sekali orang-orang tua. Orang tua disini tidak hanya ayah ibu kandungnya saja tapi juga termasuk guru-gurunya atau orang yang dituakan di masyarakat. Tutur katanya elok, cakapnya tidak meninggi, tidak suka mencela dan menghujat orang serta tingkahnya tidak “kaso langgo”. Dalam banyak hal, orang Melayu pandai menenggang bijak menimbang; menenggang hati orang, menenggang perasaan orang, menenggang aib malu orang, menenggang budi bahasa orang, dan menenggang tegur sapa orang.
Jati diri yang sopan dan santun inilah membuat orang-orang Melayu dikenal sebagai bangsa yang berbudi pekerti luhur. Siapa saja orangnya dan dari manapun asalnya senang bergaul dan berinteraksi dengan orang-orang Melayu. Aura keramahan selalu terpancar di wajahnya, sapaan mesra senantiasa terlontar dari bibirnya, tidak pernah curiga dan berburuk sangka dengan orang-orang yang datang kepadanya, selalu melayani dengan senang hati.
Akhir-akhir ini nilai-nilai kesantunan yang menjadi ciri khas orang Melayu itu sepertinya sudah tergerus oleh nilai-nilai baru yang masuk begitu cepat dan derasnya ke dalam celah-celah kehidupan mereka. Kenyataan ini membuat tidak sedikit orang Melayu sepertinya telah kehilangan jatidiri mereka. Tidak hanya dari kalangan anak-anak muda saja tapi juga dari kalangan orang-orang tua.
Keberadaan media sosial sebagai sarana komunikasi generasi milenial ikut memperjelas kenyataan ini. Tidak sedikit diantara mereka yang memposting atau membuat pernyataan yang menggunakan bahasa-bahasa yang kurang patut. Dan terkadang bermuatan kecaman, hujatan, ujaran kebencian yang ditujukan kepada seseorang atau sekelompok orang tanpa ada beban atau perasaan bersalah sama sekali. Mereka terkadang dengan bebasnya mempublish kekesalan, kekecewaan, dan umpatannya di dunia maya. Padahal postingan atau pernyataannya itu tak disadarinya akan dibaca oleh banyak orang.
Penomena ini tentu sangat miris dan memprihatinkan. Adab yang sepatutnya dijunjung tinggi menjadi terabaikan sama sekali. Lama kelamaan kalau hal ini dibiarkan dan jumlah mereka semakin bertambah akan memberikan citra buruk bagi bangsa Melayu itu sendiri karena bahasa menunjukkan bangsa. Pepatah melayu lama mengingatkan elok rumah karena sendi, rusak sendi rumah binasa, elok bangsa karena budi, rusak budi bangsa celaka, kuat rumah karena sendi, rusak sendi rumah binasa, kuat bangsa karena budi, rusak budi bangsa binasa.
Sehubungan dengan itu harus ada upaya untuk penguatan kembali jati diri orang Melayu bagi generasi milineal. Persoalan ini tidak bisa dipandang sebelah mata karena hal ini menyangkut citra dan nama baik orang Melayu. Lembaga pendidikan harus berperan aktif dan sungguh-sungguh dalam menanamkan dan menumbuhkan budi pekerti yang baik di kalangan peserta didik mereka sehingga mereka kelak menjadi orang yang beradab dan santun prilakunya di tengah-tengah masyarakat. Para orang tua juga harus ambil peduli dan tidak boleh lepas tangan dalam masalah ini. Mereka juga punya kewajiban untuk mendidik, membentuk dan mengawasi anak-anak mereka agar mereka menjadi orang-orang baik. Wallah A’lam.[]
Bagikan
BAHASA MENUNJUKKAN BANGSA
4/
5
Oleh
BEDENAI INFO