Thursday, February 7, 2019

Filosopi di Balik Pakaian Melayu: Malu, Tahu Diri dan Menjunjung Marwah



Pakaian Melayu merupakan salah satu simbol budaya yang menjadi identitas orang Melayu yang tercipta sebagai hasil pemikiran masyarakat dan proses akulturasi budaya.

Pakaian tradisional Melayu Riau terdiri atas pakaian harian dan pakaian resmi/pakaian adat. Pakaian harian dipakai setiap hari, baik oleh anak-anak, dewasa, maupun orang tua. Pakaian sehari-hari dikenakan untuk berbagai kegiatan harian, misalnya saat bekerja di ladang, bermain, ke laut, di rumah, maupun kegiatan yang lain. Jenis pakaian untuk perempuan dikelompokkan menjadi pakaian perempuan anak-anak dan pakaian perempuan dewasa. Sedangkan pakaian resmi atau pakaian adat dikenakan pada acara-acara tertentu yang berkenaan dengan kegiatan resmi atau pada saat acara adat. (O.K. Nizami Jamil, et al. 2005:15-16)

Mengenai warna, bentuk, model dan cara menggunakan pakaian melayu tentu sudah dirumuskan oleh para tetua adat-istiadat melayu. Oleh karena itu dalam berpakaian melayu harus mengacu pada ketentuan-ketentuan tersebut.

Selain itu, pakaian Melayu tidak hanya memiliki arti simbolik saja tapi mengandung nilai-nilai filosopis yang dalam maknanya yang pada hakekatnya merupakan perpaduan antara nilai-nilai Islam, budaya dan norma-norma sosial. Hal ini sesuai dengan prinsip budaya melayu yang menyatakan: "Adat bersendikan syara', syara' bersendikan kitabullah". atau "syara' mengata, adat memakai"

Nilai-nilai filosopis pakaian melayu ini sepatutnya juga harus dipahami dengan baik agar kita bisa menempatkan diri sebagaimana alur dan patutnya. Dan tidak dipandang menyalah dalam sudut pandang agama dan budaya.

Ketika kita sudah berpakaian melayu, itu artinya kita sudah terikat atau terbungkus oleh nilai-nilai agama dan budaya melayu yang ada di sebaliknya. Sehubungan itu sikap dan kelakuan harus dijaga selama memakai pakaian melayu. Ketika sikap dan kelakuan tidak dijaga berarti kita telah menodai nilai-nilai luhur dan mulia yang ada di sebalik simbol-simbol (asesoris) pakaian melayu.

Sebagai ilustrasi misalnya, buah kancing 5 biji pada baju cekak musang menyiratkan Rukun Islam lima perkara di dalam diri anak Melayu, Kain Samping yang dililitkan di tengah dahulunya digunakan oleh budak-budak Melayu untuk sembahyang dan mengaji al-Quran, kopiah (penutup kepala) melambangkan kehormatan dan kemuliaan. Nilai-nilai kemelayuan itu harus melekat dalam diri orang-orang Melayu ketika berpakaian Melayu. Pada intinya nilai-nilai kemelayuan itu tercermin dari sifat malu, tahu diri dan menjunjung marwah.

Oleh karena itu tatkala berpakaian melayu, kita harus menunjukkan sikap yang mencerminkan ketaatan kepada ajaran Islam, berprilaku sopan dan santun, menjaga marwah, tidak berbuat fi'il tak senonoh, bisa menempatkan diri dan lain sebagainya yang mencerminkan kebijakan dan kehalusan budi orang-orang Melayu. Wallah A'lam[].

Oleh : H. Amrizal, MA
Ketua MUI Kab.Bengkalis

Bagikan

Jangan lewatkan

Filosopi di Balik Pakaian Melayu: Malu, Tahu Diri dan Menjunjung Marwah
4/ 5
Oleh BEDENAI INFO

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Comments
0 Comments