Suatu ketika saye bertakziah ke rumah orang meninggal dunia di salah satu desa di kecamatan Bengkalis. Setelah dimandikan dan dikafankan, jenazah dibawa ke sebuah surau berdekatan untuk disholatkan karena kondisi rumah tidak memungkinkan sebagai tempat pelaksanaannya. Pada saat semua orang sudah berkumpul dan sholat jenazah akan dimulai, tiba-tiba salah seorang jamaah melantunkan iqamah dengan suara lantang dan penuh semangat: "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Asyhadu an laa ilaha illallah wa asyhaduanna Muhammadarrasulullah, hayya 'ala al-sholah, hayya 'ala al-falah. Qad qomat al-sholatu Qod qomat al-Sholat, Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa ilaha illallah"
Di sela-sela lantunan iqamat orang itu, seorang ustadz di kampung itu mencuit bahu saye kemudian ia berbisik ke telinga saya:"mazhab baru agaknye ni." katenye sembari tersenyum. "iyo agaknye."jawab saye. setelah iqamah itu selesai kamipun langsung mengerjakan sholat jenazah.
Setelah kejadian itu, ada perasaan heran dan bercampur geli juga di hati kami. Baru pertama kali saye mengerjakan sholat jenazah diantar oleh iqamah seperti akan menunaikan sholat fardhu lima waktu.
Saye tidak menyalahkan orang itu, boleh jadi ado kitab yang dibaconyo yang saye belum pernah membaconyo sebelumnyo. Cumo sepanjang yang pernah saye baco, Azan dan Iqamah disunahkan hanya untuk sholat-sholat fardhu saja, tidak untuk sholat-sholat sunat (nawafil). Seruan untuk sholat jenazah cukup dengan mengatakan "al-sholatu 'ala hadza al-mayyit/hadzihi al-mayyitah rahimakumullah" sekedar ingin memberitahu jenis kelamin janazah karena terkait dengan niat dan doa untuknya.
Disinilah letak pentingnya bagi umat Islam untuk selalu belajar atau mengaji dalam bab agama. Dan mengaji ilmu agama ini harus dari dasar (awal) hingga khatam, secara komprehensif, tidak sepotong-sepotong. Kemudian harus berguru dengan orang yang diakui keilmuannya, memiliki pemahaman sesuai dengan kaedah-kaedah penafsiran yang benar dan tepat. Tidak berguru kepada orang yang kurang jelas kapasitasnya apalagi berguru dengan internet atau mbah google.
Hanya saja akhir-akhir ini banyak orang yang belajar agama secara instan dan otodidak tanpa mau duduk mengaji bersama seorang guru. Akibatnya tidak sedikit yang "keliru" dalam memahami ajaran agama. Ironisnya dengan pengetahuan agama yang sedikit dan dangkal itu kadang-kadang berani pula menyalah-nyalahkan orang lain.
Orang-orang tua kita dulu yang bertahun-tahun duduk mengaji bersama guru sangat berhati-hati dalam bercakap masalah agama. Karena mereka takut terkena ancaman Allah swt :"Allah swt sangat membenci orang yang mengatakan apa yang tidak dilakukannya". Selain itu mereka memiliki sifat tawadhu' yang tidak suka menonjol-nonjolkan diri atau terlalu menunjukkan kealimannya atau kesalehannya di hadapan orang ramai. Karena mereka takut terjebak pada perangkap syetan yang mempengaruhi hati dan pikirannya untuk bersikap riya dan sum'ah.
Semangat dalam beragama itu baik tapi itu belum cukup. Harus diikuti pula dengan keinginan sungguh-sungguh untuk senantiasa mendalami agama dengan segala seluk-beluk keilmuannya, mulai dari ilmu ushuludin dan tauhidnya, fiqih dan ibadahnya, tasawuf dan akhlaknya. Kalau kesemua ilmu-ilmu agama ini sudah didalami dengan baik dan lengkap (sempurna), barulah kemudian seseorang itu akan matang beragama, semakin arif dan bijaksana. Sehingga tidak tersalah jalan, tidak mudah menyalah-nyalahkan dan tidak gampang menyesat-nyesatkan orang lain.
Wallah A'lam[].
Oleh : H. Amrizal, MA
Ketua MUI Kab.Bengkalis
Bagikan
Beragama Tak Cukup Hanya Semangat Tapi Juga Harus Berdasarkan Ilmu
4/
5
Oleh
BEDENAI INFO